Tinggi Iman, Tinggi Ilmu, Tinggi Pengabdian.

Acara Konferensi Cabang

>> Kamis, Juni 25, 2009

Konferensi Cabang ke X GMKI sumedang akan dilaksanakan pada tanggal 26-28 juni 2009,bertempat di Cibing-bing Sumedang..
Mohon dukungan dari seluruh potensi cabang GMKI Sumedang demi kesuksusan acara kita ini.
Hayo kita sukseskan bersama konferensi cabang kita demi membawa perubahan GMKI kedepan lebih baik lagi...
Uut Omnes Unumt Sint...
GBU all..

Read more...

Persiapan Panitia Konferensi Cabang Ke X GMKI Sumedang

>> Rabu, Mei 20, 2009

Syalom kawan-kawan terkasih dalam nama Yesus Kristus Sang Kepala Gerakan kita...
pada hari selasa tgl 19 mei 2009 telah dibentuk panitia konferensi cabang ke 10 GMKI Sumedang.
Sangat diharapka partisipasi seluruh rekan-rekan untuk membantu panitia demi terlaksananya event terbesar kita ini...
Mari kita dukung teman2 panitia baik secara meteri maupun moril..

Akhir kata saya ucapkan Tinggi Imanmu, Tinggi Ilmumu, Tinggi Pengabdianmu kawanku..!!

Uut Omnes Unum Sint..

Kabid Organisasi GMKI Sumedang

Read more...

Penjaga Gerbang

>> Jumat, April 17, 2009

Baca: 1 Korintus 3:1-17

Dalam bidang jurnalistik, istilah gatekeeper (penjaga gerbang) mengacu kepada para wartawan, editor/penyunting dan penerbit yang mempertimbangkan materi-materi berita dan memutuskan berita mana saja yang layak untuk ditayangkan. Para awak berita yang sudah berpengalaman memperingatkan adanya bahaya bahwa Internet dapat meloloskan beragam informasi tanpa diseleksi terlebih dahulu.

Di zaman Perjanjian Lama, para penjaga gerbang menjaga bait Allah untuk mencegah supaya orang najis tidak masuk ke dalamnya (2 Taw. 23:19). Pada tahun 70 m, bait Allah dihancurkan oleh tentara Kaisar Titus dari Romawi. Namun, kehancuran sebenarnya telah dimulai beberapa tahun sebelumnya, ketika orang-orang Lewi yang ditugaskan untuk menjaga bait Allah tidak melakukan tugasnya, dikarenakan terkena pengaruh yang korup dari Antiochus IV, raja Syria.

Paulus menyebut tubuh kita "bait" Allah (1 Kor. 3:16-17) dan banyak kuasa yang bekerja untuk menyerang kediaman Allah yang baru ini. Kejahatan dapat masuk melalui daerah-daerah kehidupan rohani kita yang tidak dijaga—tempat-tempat di mana iri hati, perselisihan, atau perpecahan dapat melemahkan kita (1 Kor. 3:3). Setiap dari kita harus siap siaga terhadap musuh jiwa kita dan tidak memberi kesempatan kepada Iblis (Ef. 4:27).

Kriteria untuk apa yang boleh masuk dalam kehidupan kita tercantum di Filipi 4:8—semua semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji. Damai yang dihasilkan akan menjaga gerbang hati dan pikiran kita. —JAL

Tolong aku menjaga jiwaku yang bergumul
Dengan pengendalian diri yang aktif dan konstan.
Bersihkan pikiranku, ucapanku dan tindakanku;
Tuhan, murnikan aku dari hari ke hari. —Thomas

Jika Anda tidak berjaga-jaga terhadap kejahatan, Anda akan dikuasai oleh kejahatan.

Sumber : http://www.rbcintl.org/odb/id-odbtxt.php?date_id=20090416

Read more...

Politik GMKI

Kedirian Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) adalah fakta historis dalam keberpihakannya terhadap proklamasi bangsa dan kerinduan untuk menyebarkan Injil. Opini yang terbentuk di medan gumul GMKI (sampai saat ini) adalah kepantasannya untuk terjun dalam politik. Paling tidak wacana ini membawa arus deras akan nilai-nilai yang terkandung di GMKI dan tergerus kepada pemahaman yang terpolarisasi yang menyebabkan GMKI kadang tak lagi “murni”.

GMKI “membaptis “ dirinya sebagai gerakan pemikiran dan inteletektual yang berjalan dalam ranah sosial kemasyarakatan yang bersumber kepada nilai-nilai alkitabiah. Hal ini juga praktis mengklaim dirinya sebagai organ yang cenderung dinamis dan inklusif. Ada dua makna menurut saya yang terkandung dalam kata (gerakan) itu yaitu : 1. gerakan moral,2. gerakan politik. Kedua hal ini menjadi kombinasi yang apik dengan memadukan antara gerakan politik yang bermoral dan gerakan moral untuk politik.


Secara normatif politik dibangun untuk memperjuangkan teologi kebaikan umum (bonnum commue) Paradoks gerakan GMKI menjadi hambatan dalam tataran implementasinya. Maka teori das sollen dan das sein pun mendapat pembenaran akan situasi ini. Paradoks selalu berarti baik/buruk, beradab/biadab,pantas/tidak pantas dan sebagainya. Gerakan GMKI selalu terjebak dalam ranah perbincangan itu.

Pola gerak GMKI selalu dibangun dalam dua landasan yang mendasar. Yaitu penguatan kapasitas internal organisasi dan penguatan kapasitas ditiga medan pelayanan dalam hal aksi partisipasi. Implikasinya menjadi jelas tatkala keduanya tersangkut-paut dan tak mungkin terpisahkan

Kerinduan GMKI dalam aksi partsipasi ini seperti yang dijelaskan diatas mengalami problematiknya sendiri. Konteks keberpihakan GMKI terhadap masyarakat kecil (gerakan moral), ‘kejantanan’ GMKI dalam mengawal kebijakan pemerintah yang tidak berorientasi kepada sosial masyarakat (gerakan politik) paling tidak terbelah dua. Yakni apakah murni GMKI berpihak kepada masyarakat kecil ataukah pola geraknya hanya untuk mendapatkan pamoritas, pesona yang akan menggiring GMKI kepada organ yang cukup diperhitungkan dalam tarik-tarikan di lapangan politik nantinya. Kondisi kedua lebih mendapat titik berat dalam wacana yang berkembang baik dikalangan internal maupun penikmat dikalangan eksternal. Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah apakah aksi partisipasi yang dilakukan oleh GMKI sudah mendapat “legitimasi” dalam pergumulan internalnya? Ataukah image yang terbangun dikalangan penikmat eksternal tak memahami pola pergerakan GMKI? Lantas siapa yang pantas menetralisir ini? Pertanyaan-pertanyaan ini penting dikaji untuk kemudian merumuskan kultur bersaing organisasi di tengah-tengah menjamurnya organisasi yang sejenis.

Menurut Hannah Arendt prinsip-prinsip yang terkandung dalam politik adalah kebebasan, kesetaraan, keadilan dan solidaritas. Terwujudnya ini melalui media perjuangan aksi partisipasi yang dilakukan GMKI di tiga medan pelayanannya yang selalu mendapat tantangannya. Memang menjadi sebuah “beban sejarah” bagi GMKI ketika dahulu menempatkan dirinya pada “keberpihakan” pada salah satu partai politik meskipun sebetulnya kondisi ini dapat diluruskan dalam benang sejarah. Harusnya sejarah tidak dihancurkan tapi dikoreksi (Hariatmoko) Pada gilirannya nilai ke-GMKI-an terbenam tatkala sejarah tidak ditelaah dan dikoreksi apalagi dihancurkan

Hadirnya politik identitas dalam ruang demokrasi Indonesia, semakin menguatkan bahwa memang realitas perjalanan politik di Indonesia tidak pernah memperjuangkan kebebasan, kesetaraan, keadilan dan solidaritas. Perjuangan yang lebih mengedepankan “kebanggaan” kelompok, suku, ras dan bahkan agama. Disinilah sebenarnya letak “keterjebakan” GMKI dalam menentukan pilihannya terdahulu walau pada fakta kediriannya gerakan-gerakan sosial (GMKI juga termasuk didalamnya) memberikan peran politiknya.

Tanggungjawab penatalayanan GMKI tak luput dari peran serta kader-kadernya untuk terus menggali nilai-nilai kesejarahan dan alkitabiahnya. Yang kemudian GMKI akan terus berbuah dan menjadi suri teladan bagi bangsa ini.

Perhelatan demokrasi yaitu pemilihan kepala daerah kini lagi berlangsung di Jawa Barat. Puncaknya barudak Jawa Barat akan menentukan pilihannnya pada bulan April ini. Siapakah yang pantas dan layak untuk menjadi pimpinan Jawa Barat rentang lima tahun ke depan? Setelah Ibukota Jakarta, Jawa Barat layak diperhitungkan sebagai representasi dari pertarungan partai menjelang pemilu 2009.

Menarik menyimak peranan GMKI Bandung dalam perhelatan ini. Suara moral yang terkandung dalam dirinya kita harapkan dapat memberi warna. Warna untuk kemaslahatan umat, khususnya Jawa Barat. Semoga..

Oleh : Lambok FC Pardede

Sumber : http://gmki-bandung.blogspot.com/2009/01/politik-gmki.html

Read more...

Sejarah GMKI

A.1. Awal Berdirinya GMKI

Berdirinya CSV tidak terpisahkan dengan peranan Ir. C.L Van Doorn, seorang ahli kehutanan yang mempelajari aspek sosial dan ekonomi khususnya ilmu pertanian dan kemudian memperoleh doktor di bidang ekonomi serta sarjana di bidang teologi.
Dengan adanya mahasiswa di Indonesia dan bersamaan dengan berdirinya School tot Opleiding van Indishe Artsen (STOVIA) tahun 1910-1924 di Batavia. Selain itu, berdiri juga Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS) di Surabaya (1913), Sekolah Teknik di Bandung (1920), Sekolah Kedokteran Hewan di Bogor (1914) dan Sekolah Hakim Tinggi di Jakarta (1924). Pada tahun 1924 terbentuklah Batavia CSV dan inilah cabang CSV yang pertama.

Kurun waktu 1925-1927 para mahasiswa di Surabaya yang tergabung dalam Jong Indie aktif melakukan penelaahan Alkitab. Kelompok ini bersama Batavia CSV mengadakan Konferensi di Kaliurang pada bulan Desember 1932. Pembicara-pembicara utama kegiatan tersebut adalah Dr. J. Leimena, Ir. C.L van Doorn dan Dr. Hendrik Kraemer.

Jumlah anggota CSV op Java dalam kurun waktu 1930-an sekitar 90 orang. Cabang-cabangnya baru ada di kota-kota perguruan tinggi di Jawa (Jakarta, Bogor, Bandung dan Surabaya). Walaupun kecil dan lemah namun keberadaan CSV op Java telah berhasil meletakkan dasar bagi pembinaan mahasiswa Kristen yang akan dilanjutkan GMKI di kemudian hari.

Sejumlah mahasiswa kedokteran dan hukum di Jakarta memutuskan untuk membentuk suatu organisasi mahasiswa Kristen. Organisasi itu untuk menggantikan CSV op Java yang sudah tidak ada. Dalam pertemuan di STT Jakarta tahun 1945, dibentuk Perhimpunan Mahasiswa Kristen Indonesia (PMKI) dengan maksud keberadaannya sebagai Pengurus Pusat PMKI. Dengan demikian Dr. J. Leimena dipilih sebagai Ketua Umum dan Dr. O.E Engelen sebagai Sekretaris Jenderal. Tetapi karena Leimena sibuk dengan tugas-tugas sebagai Menteri Muda Kesehatan, tugas-tugasnya diserahkan kepada Dr. Engelen.

Kegiatan-kegiatan PMKI tidak jauh berbeda dengan CSV op Java dengan Penelahaan Alkitab salah satu inti kegiatannya. Keanggotaan PMKI sebagian besar adalah mahasiswa yang memihak pada perjuangan kemerdekaan. Terbentuklah PMKI di Bandung, Bogor, Surabaya dan Yogyakarta (setelah UGM berdiri) segera menyusul.
Tak lama setelah PMKI lahir, awal tahun 1946 muncul organisasi baru dengan menggunakan CSV di Bogor, Bandung dan Surabaya dengan “CSV yang baru” dan tidak menjadi tandingan PMKI. Kesamaan kedua organisasi ini adalah merealisasikan persekutuan iman dalam Yesus Kristus dan menjadi saksi Kristus dalam dunia mahasiswa.

Masuknya Jepang ke Indonesia mengakhiri eksistensi CSV op Java secara struktural dan organisatoris. Pemerintah pendudukan Jepang melarang sama semua kegiatan-kegiatan organisasi yang dibentuk pada jaman Belanda. Secara prakatis CSV op Java tidak ada lagi sejak tahun 1942. Sepanjang sejarahnya, CSV op Java dipimpin oleh Ketua Umumnya Dr. J. Leimena (1932-1936) serta Mr. Khouw (1936-1939). Sedangkan sekretaris (full time) dijalankan Ir. C.L Van Doorn (1932-1936).

Dengan berakhirnya pertikaian Indonesia dengan Belanda, tahun 1949 berakhir pula “pertentangan” antara PMKI dengan CSV baru tersebut. Tanggal 9 Februari 1950 di kediaman Dr. J. Leimena di Jl. Teuku Umar No. 36 Jakarta, wakil-wakil PMKI dan CSV baru hadir dalam pertemuan tersebut. Maka lahirlah kesepakatan yang menyatakan bahwa PMKI dan CSV baru untuk meleburkan diri dalam suatu organisasi yang dinamakan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) dan mengangkat Dr. J. Leimena sebagai Ketua Umum hingga diadakan kongres. Pertemuan tersebut merupakan pertemuan sangat penting dan suatu moment awal perjuangan mahasiswa Kristen yang tergabung dalam GMKI maka pada kesempatan itu Dr. J. Leimena menyampaikan pesan penting yang mengatakan:

“Tindakan ini adalah suatu tindakan historis bagi dunia mahasiswa umumnya dan masyarakat Kristen pada khususnya. GMKI menjadilah pelopor dari semua kebaktian yang akan dan mungkin harus dilakukan di Indonesia. GMKI menjadilah suatu pusat sekolah latihan (leershool) dari orang-orang yang mau bertanggungjawab atas segala sesuatu yang mengenai kepentingan dan kebaikan negara dan bangsa Indonesia. GMKI bukanlah merupakan Gesellschaft, melainkan ia adalah suatu Gemeinschaft, persekutuan dalam Kristus Tuhannya. Dengan demikian ia berakar baik dalam gereja, maupun dalam Nusa dan Bangsa Indonesia. Sebagai bagian dari iman dan roh, ia berdiri di tengah dua proklamasi: Proklamasi Kemerdekaan Nasional dan Proklamasi Tuhan Yesus Kristus dengan Injilnya, ialah Injil Kehidupan, Kematian dan Kebangkitan”


A.2. Biografi Pendiri GMKI

Dr. Johannes Leimena (Ambon, 6 Maret 1905 - Jakarta, 29 Maret 1977) adalah seorang tokoh politik Indonesia. Leimena menjabat dalam 18 kabinet yang berbeda, sejak masa Kabinet Sjahrir II (1946) hingga Kabinet Dwikora II (1966), baik sebagai Menteri Kesehatan, Wakil Perdana Menteri, maupun Wakil Menteri Pertama. Selain menjadi Menteri Kesehatan Indonesia yang pertama, Leimena juga menjabat sebagai Menteri Kesehatan Indonesia yang paling lama (selama 21 tahun) dari 1945-1966. Selain itu, Leimena juga seorang Laksamana Madya (Tituler) di TNI Angkatan Laut.

Leimena menyelesaikan pendidikan kedokterannya di STOVIA, Surabaya (1930), dilanjutkan di Geneeskunde Hogeschool/GHS (Sekolah Tinggi Kedokteran) di Jakarta yang diselesaikannya pada tahun 1939. Ia juga salah seorang pendiri Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI).

Pada tahun 1914, Leimena hijrah ke Batavia (Jakarta). Di Batavia ia meneruskan studinya ke ELS (Europeesch Lagere School), namun hanya beberapa bulan saja lalu pindah ke sekolah menengah Paul Krugerschool (kini PSKD Kwitang). Dari sini J. Leimena melanjutkan ke MULO Kristen, kemudian ke STOVIA (School Tot Opleiding Van Indische Artsen).

Dengan keaktifannya di Jong Ambon, Leimena ikut mempersiapkan Kongres Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928, yang menghasilkan Sumpah Pemuda. Perhatian Leimena pada pergerakan nasional kebangsaan berkembang sejak pertengahan tahun 1920-an.
Keprihatinan Leimena atas kurangnya kepedulian sosial umat Kristen terhadap nasib bangsa, merupakan hal utama yang mendorong niatnya untuk aktif pada "Gerakan Oikumene". Tahun 1926, Leimena ditugaskan untuk mempersiapkan Konferensi Pemuda Kristen di Bandung. Konferensi ini adalah perwujudan pertama Organisasi Oikumene di kalangan pemuda Kristen. Setelah lulus studi kedokteran STOVIA, Leimena terus mengikuti perkembangan CSV yang didirikannya saat ia duduk di tahun ke 4 di bangku kuliah. CSV merupakan cikal bakal berdirinya GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) tahun 1950.

Tahun 1945 Partai Kristen Indonesia (Parkindo) terbentuk dan pada tahun 1950 Leimena terpilih sebagai ketua umum dan memegang jabatan ini hingga tahun 1957. Selain di Parkindo, Leimena juga berperan dalam pembentukan DGI (Dewan Gereja-gereja di Indonesia, kini PGI), juga di tahun 1950. Di lembaga ini Leimena terpilih sebagai wakil ketua yang membidangi komisi gereja dan negara.

J. Leimena mulai bekerja sebagai dokter sejak tahun 1930. Pertama kali diangkat sebagai dokter pemerintah di "CBZ Batavia" (kini RS Cipto Mangunkusumo). Tak lama di sini ia ditugaskan di Karesidenan Kedu saat Gunung Merapi meletus. Setelah itu dipindahkan ke Rumah Sakit Zending Immanuel Bandung. Di rumah sakit ini ia bertugas dari tahun 1931 sampai 1941.

Ketika Orde Baru berkuasa, Leimena mengundurkan diri dari tugasnya sebagai menteri, namun ia masih dipercaya Presiden Soeharto sebagai anggota DPA (Dewan Pertimbangan Agung) hingga tahun 1973. Usai aktif di DPA, ia kembali melibatkan diri di lembaga-lembaga Kristen yang pernah ikut dibesarkannya seperti Parkindo, DGI, UKI, STT, dan lain-lain. Ketika Parkindo berfusi dalam PDI (Partai Demokrasi Indonesia, kini PDI-P), Leimena diangkat menjadi anggota DEPERPU (Dewan Pertimbangan Pusat) PDI, dan pernah pula menjabat Direktur Rumah Sakit DGI Cikini.


Gugatan Nurani

Kepedulian pada kesehatan rakyat ini boleh jadi merupakan gugatan nurani Leimena saat melihat penderitaan rakyat selama berabad-abad dijajah. Gugatan nurani Leimena ini tergambar dalam beberapa buah buku yang ia tulis. Diantaranya, ”Membangun Kesehatan Rakjat” (Noordhoff-Kolff N.V. 1952 Djakarta), ”Kesehatan Rakjat di Indonesia” (Van Dorf 1956) dan ”Public Health in Indonesia” (Van Dorf 1956). Buku-buku tersebut adalah saksi kepedulian Leimena pada masalah kesehatan rakyat Indonesia.

Ada pula saksi hidup yang mengukuhkan keyakinan betapa perdulinya Leimena pada rakyat kecil. Nama tokoh tersebut adalah Prof DR Dr Poorwo Soedarmo (pdpersi.co.id, 31/5). Poorwo diangkat sebagai Kepala Lembaga Makanan Rakyat (1952) oleh Leimena yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kesehatan Kabinet Wilopo. Alasan pengangkatan Poorwo Soedarmo ini berdasarkan laporan Organisasi Pangan Sedunia (FAO) yang menyebutkan, dari 43 negara rawan gizi, Indonesia saat itu berada pada urutan paling buntut dalam daftar konsumsi protein dan karbohidrat.

Untuk mengatasi masalah ini, Leimena kemudian membebankan tujuh tugas pada pundak Poorwo. Tujuh tugas itu: pertama, survei gizi. Kedua, sadar gizi bukan cuma masyarakat saja melainkan dokter-dokter dan pemerintah. Ketiga, perbaikan pelayanan makanan di rumah-rumah sakit. Keempat, mengajak dokter mempelajari up to date nutrition dan menyesuaikan terapi serta diagnosis. Kelima, mengembangkan dietetik. Keenam, pembentukan kader. Ketujuh, pemerintah diarahkan kepada suatu National Food Policy.

Itu hanyalah gebrakan kecil Leimena. Gebrakan lain yang cukup terasa pengaruhnya adalah saat ia mengadakan unit-unit jawatan kesehatan kuratif dan preventif yang tersusun untuk rakyat, khususnya rakyat di desa-desa (rural areas). Usaha kuratif ini meliputi, memperluas tempat-tempat orang sakit, hamil, anak-anak, baik di kota maupun daerah-daerah luar kota, serta memperbanyak jumlah balai-balai pengobatan di daerah-daerah luar kota.

Leimena menganggap, memperbanyak jumlah balai pengobatan di daerah luar kota (desa) sangat perlu dengan alasan, ketika itu di Indonesia ada 28.000 desa. Namun, tidak semua desa berekonomi kuat. Apalagi, Sumber Daya Manusia sedikit dan terbatas sifatnya. Begitu pula halnya dengan fasilitas kesehatan. "Rakyat desa tak boleh hanya dilayani dengan tindakan preventif, tapi juga usaha kuratif," tegasnya di masa itu.

Maka, mulailah usaha-usaha preventif dilakukan Leimena. Antara lain, mendirikan balai-balai nasehat kesehatan (consultatie bureaux) untuk orang hamil dan bayi, dan pemberian pendidikan kesehatan intensif bagi rakyat di desa-desa.

Sebagai percontohan, J. Leimena kemudian mencanangkan Bandung Plan. Bandung Plan ini merupakan suatu kombinasi dari usaha kuratif dan preventif yang dijalankan bersama-sama di bawah satu pimpinan dengan cara intensif. Bandung Plan berjalan cukup baik. Sehingga akhirnya, usaha percontohan Bandung Plan ditularkan ke daerah-daerah lain, baik di Pulau Jawa maupun luar Pulau Jawa. Setidaknya, upaya ini merupakan gebrakan lumayan baik bagi seorang anak bangsa. Mengingat Republik saat itu masih terlampau muda umurnya, pun dengan beragam permasalahan yang ada.


Etika Dokter

Masalah moralitas kemudian menjadi masalah yang juga teramat diperhatikan oleh J. Leimena. Moralitas yang dimaksud adalah moralitas pada para dokter. Bagi Leimena, tugas dokter merupakan tugas suci yang mesti diemban dengan sebaik-baiknya. Dokter bertugas melakukan pelayanan sosial. Namun ada masalah yang timbul setelah berakhirnya Perang Dunia ke-II, yaitu semakin menurunnya tingkatan etika dari para pegawai yang bekerja di lapangan kedokteran, seperti dokter, bidan, jururawat dan sebagainya.

Hal ini tergambar pada hampir semua negara di seluruh dunia. Oleh karena itu, Leimena mengusahakan agar di Indonesia tidak terjadi hal-hal yang bertentangan dengan etika kedokteran. Ini tertulis dalam bukunya ”Dokter dan Moral” (Etika Kedokteran, Dr J. Leimena, Noordhoff-Kolff NV, 1951, Djakarta).

Gebrakan J. Leimena yang lain adalah mengatur agar tidak terjadi plus-minus dalam penempatan pegawai medis dan pegawai para-medis (ahli obat, analis, kontrolir kesehatan, bidan, jururawat, mantri hygiene dan pendidik hygiene) di nusantara. Sebagai buktinya, Leimena pernah menyatakan Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan dan Malang sebagai tempat tertutup bagi praktek baru dokter gigi dan bidan (SK MenKes RI tanggal 15 Agustus 1951). Hal ini pun berlaku bagi para dokter yang akan membuka praktek di Makassar tahun 1951. Menurut Leimena, jumlah dokter di Makassar terlampau banyak dibandingkan tempat-tempat lain di Indonesia, maka ia menyatakan Makassar sebagai tertutup untuk menjalankan praktek baru bagi dokter (SK Menkes RI tanggal 18 Oktober 1951).

Tak dapat dipungkiri, J. Leimena adalah sosok multidimensial. Mungkin tiada yang tahu apa yang ada dalam benaknya; berkarier di dunia politik untuk mendukung kemajuan dunia kesehatan Indonesia, ataukah gebrakannya di dunia kesehatan untuk menunjang karier politiknya. Walau demikian, apa yang telah dilakukan J. Leimena tercatat sebagai sesuatu yang besar. J. Leimena telah berbuat, dan sejarah negeri ini mencatatnya dengan tinta emas. Terutama, apa yang telah dia perbuat bagi kesehatan rakyat kecil, rakyat desa, rakyat terbesar yang dimiliki negeri ini, negeri Indonesia.


Gelar pahlawan

Konsistensi dan kesetiaan Leimena terutama pada ideologi Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika yang dipegang teguh hingga akhir hayatnya. Kesetiaan Leimena terhadap sahabatnya, Soekarno, telah teruji pascatragedi gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (PKI) tahun 1965. Ketika semua orang menjauhi Soekarno, Leimena-lah satu-satunya orang yang mendampingi Proklamator itu di Istana Bogor.

Salah satu pemikiran penting Leimena bagi nasionalisme umat Kristen Indonesia, yang digarisbawahi Seto Harianto, adalah dalam hal kecintaan, kesetiaan, ketaatan, dan pengorbanan bagi Tanah Air, bangsa, dan negara. Dalam hal ini, ia mengingatkan, orang Kristen tidak boleh kurang daripada orang lain sebagai pencinta Tanah Air. Orang Kristen juga harus menjadi warga negara yang bertanggung jawab dan nasionalis sejati.


PERIODEISASI GERAKAN MAHASISWA KRISTEN INDONESIA

Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia adalah organisasi kemahasiswaan yang didirikan pada tanggal 9 Februari 1950. Namun Christelijke Studenten Vereeniging op Java (CSV) yang menjadi cikal bakal GMKI telah ada jauh sebelumnya dan berdiri sejak 28 Desember 1932 di Kaliurang.Adapun secara ringkas periodisasi sejarah GMKI adalah :
 CSV Op Java ( 1932 – 1942 )
 PMKI ( 1945 – 1950 ) dan CSV Baru ( 1946 – 1950 )
 GMKI ( 1950 sampai sekarang )


B.1. CSV Op Java

Tokoh yang tidak dapat dilupakan perannya dalam kelahiran CSV OP java adalah aktivis WSCF Ir. C. L. Van Doorn. Beliau adalah seorang sarjana kehutanan yang aktif mempelajari ilmu-ilmu sosial dan ekonomi pertanian. Bahkan sampai ajalnya ia juga memperoleh gelar Dominee dalam bidang theologia. C.L Van Doorn tiba di Batavia tahun 1921, Ketika itu dia belum memahami karakter, budaya dan situasi bangsa Indonesia saat itu, sehingga ia memutuskan belajar untuk memahaminya dengan bekerja dikantor Volksrediet Purworejo.
Munculnya mahasiswa di Indonesia seiring dengan berdirinya Perguruan Tinggi yang ada dipulau Jawa diantaranya adalah School Tot Opleiding Van Indische Artsen ( STOVIA ) di Batavia tahun 1910-1924, Sekolah Tinggi Teknik di Bandung tahun 1920, Sekolah Tinggi Hewan di Bogor tahun 1914 dan Sekolah Hakim Tinggi di Jakarta tahun 1924. Pada tahun 1924 terbentuklah Batavia CSV di Batavia yang merupakan CSV pertama yang ada, kemudian mahasiswa yang ada di Surabaya dalam kurun waktu 1935-1927 berkumpul dan membentuk Jong indie. Aktifitas-aktifitas yang dilakukan oleh kedua kelompok ini adalah Penelahan Alkitab dan Kelompok kecil dan diskusi seputar kehidupan sosial yang ada secara aktif dan intens.
Pada bulan Desember 1932 ketika orang Kristen sedang merayakan natal, kelompok-kelompok ini mengadakan konperensi di Kalirung dan hasilnya dibentuklah Christelijke Studenteen Vereeniging Op java (CSV Op Java) pada tanggal 28 Desembar 2932 dan saat itu dipilih Dr. J. Liemena sebagai ketua dan Ir. C.L Van Doorn sebagai sekretaris.
Peristiwa lain yang tidak kalah penting yang mempengaruhi CSV Op Java ialah kehadiran Dr. John R. Mott pada tahun 1926, beliau merupakan tokoh pendiri dari World Student Cristian Federation yang didirikan pada tahun 1885 di Swedia. Kehadirannya di Indonesia merupakan tonggak sejarah bagi kelahiran CSV Op Java dimana berkat bantuannya CSV Op Java diberi kepercayaan oleh WSCF untuk menjadi tuan rumah penyelenggraan Konprensi GMK-GMK se-Asia pada tahun 1933 di Citeureup, Jawa Barat. Pada saat konperensi ini CSV Op Java diterima menjadi Corrresponding Member dari WSCF, dimana keanggotaan WSCF ada 3 yaitu :
 Pioneering Movement
 Corresponding Movement
 Affiliated Movement (Full Member)

Jumlah anggota pada era 1930an sekitar 90 orang yang tersebar di kota-kota yang baru ada Perguruan Tingginya. Sekalipun kecil dan lemah namun CSV Op Java telah berhasil meletakkan dasar pembinaan kepada mahasiswa Kristen di Indonesia yang selanjutnya dilanjutkan oleh GMKI. Ada dua aspek yang merupakan benang biru yang dilahirkan oleh CSV Op Java yaitu kerjasama GMK -GMK se-Asia (oikumenisme) dan rasa semangat persatuan nasional (nasionalisme)

Masa eksistensi CSV Op Java berakhir ketika jepang masuk ke Indonesia. Dengan itu, maka semua organisasi-organisasi bentukan Belanda dibubarkan dan dilarang untuk beraktifitas. Maka pada tahun 1942 CSV Op Java praktis tidak ada lagi dan tidak beraktifitas lagi.


B.2. PMKI dan CSV baru (Masa Revolusi Kemerdekaan RI 1945)

Dalam suatu pertemuan pada tahun 1945 di STT Jakarta, mahasiswa-mahasiswa Kristen saat itu membentuk organisasi mahasiswa Kristen yang dimaksud untuk menggantikan CSV Op Java yang bernama Perhimpunan Mahasiswa Kristen Indonesia (PMKI). Saat itu Dr. J. Leimana ditetapkan sebagai ketua dan Dr. O. E. Engelen sebagai sekretaris.
Kegiatan yang dilakukan PMKI tidak terlalu berbeda dengan yang dilakukan oleh CSV Op Java, Penelahaan Alkitab dalam kelompok-kelompok kecil merupakan kegiatan utamanya disamping studi-studi tentang kondisi nasional dan ideologi bangsa saat itu. Tidak lama setelah lahirnya PMKI, diawal tahun 1946 muncul suatu organisasi baru yang bernama CSV. CSV baru sebenarnya bukanlah tandingan dari PMKI hanya CSV ini lebih berorientasi kepada “Pemerintahan pendudukan Belanda“ sehingga dalam gerakan dan aktifitasnya sering terjadi pertentangan-pertentangan. Ditengah pertentangan-pertentangan dan problemalatikanya masing-masing, maka ada dua kesamaan diantara kedua organisasi ini, yaitu sama-sama berusaha dan berjuang untuk :
 Perealisasi Iman dalam Yesus Kristus sebagai sebuah persekutuan
 Menjadi saksi Kristus dalam dunia mahasiswa


B.3. GMKI yang melanjutkan Misi dan Eksistensinya

Menurut Tarianto, BA pada masa keberadaan GMKI dibagi menjadi :

(a). Masa Perkembangan (1950-1960)

Dengan berakhirnya pertentangan antara Indonesia dan Belanda maka berakhir pula pertentangan antara PMKI dan CSV pada akhir tahun 1949. Puncak dari akhir pertentangan tersebut ialah pada saat pertemuan di Jl Teuku Umar 36 Jakarta (rumah Dr J. Leimena) tanggal 9 Februari 1950. Wakil-wakil dari kedua organisasi tersebut sepakat untuk meleburkan diri dan bergabung bersama dengan nama Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI). Sebuah catatan sejarah yang sangat tinggi nilainya bagi gereja dan negara saat proses proklamasi kehadiran GMKI dipilihlah Dr J. Leimena sebagai ketua sementara sampai diadakannya Kongres yang pertama dan pada kesempatan itu Leimena berpidatao yang diantaranya berbunyi :
“Tindakan ini adalah tindakan historis bagi dunia mahasiswa umumnya dan masyarakat Kristen Khususnya. GMKI menjadi pelopor semua kebaktian yang akan dan mungkin harus dilakkan di Indonesia. GMKI menjadilah pusat, sekolah latihan (Leader School) dari orang-orang yang mau bertanggungjawab atas segala sesuatu mengenai kepentingan dan kebaikan bangsa Indonesia. Persekutuan dalam Kritus Tuhannya. Dengan demikian ia berakar baik dalam gereja, maupun dalam nusa dan bangsa Indonesia, sebagai bagian dalam iman dan roh, ia berdiri dalam dua Proklamasi : Proklamasi kemerdekaan dan Proklamasi Tuhan Yesus dengan Injilnya, yaitu Injil kehidupan, kematian, dan kebangkitan."

Mulai dari sana GMKI melanjutkan perjuangan dan pengembangan organisasinya dengan melakukan kongres dan melakukan pengembangan cabang-cabang. Pada tahun 1953 GMKI Cabang Medan dibentuk bersama-sama dengan Cabang Bogor dan pada tahun itu pula melalui General Assembly WSCF di Nasrapur India, GMKI resmi diterima sebagai affiliated Movement (Full Member) WSCF. Periode awal ini sampai 1960 disebut sebagai fase perkembangan organisasi dengan mengadakan pembentukan cabang-cabang baru.

(b). Masa Konsolidasi (1960-1970)

Pada era ini terjadi suatu pergolakan Nasional yang pokok persoalannya ialah masalah Struktur negara dan kepemimpinan nasional. Sikap yang diambil oleh Pengurus Pusat GMKI terkesan lamban karena wacana yang ada pada Pengurus Pusat pada saat itu yaitu pergantian atau pergerseran Soekarno sebagai Presiden belum bisa dilakukan tanpa pergeseran Pancasila dan UUD 1945. Setelah terjadi kesepakatan untuk tidak terjadi pergeseran Pancasila dan UUD 1945 barulah GMKI menyetujui pembubaran PPMI dan menyetujui pembentukan KAMI. Melihat kelambanan Pengurus Pusat, maka pada saat itu banyak anggota GMKI yang melakukan protes dengan melakukan aksi coret-coret menuntut percepatan sikap Pengurus Pusat GMKI. Kelambanan Pengurus Pusat GMKI saat itu, sedikit banyaknya telah mempengaruhi cabang-cabangnya dalam mengambil langkah, namun untuk cabang Medan Aktifis GMKI Medan saat itu ikut berperan Aktif di KAMI bahkan menjadi Garda depan dari pergerakan mahasiswa saat itu.

Pada era ini GMKI dengan dinamika internalnya disibukkan untuk melakukan konsolidasi organisasi dimana terjadi pertentangan antara Pengurus Pusat GMKI dan cabang-cabang saat itu. Oleh karena itu, maka dari kongres ke kongres terjadi perubahan-perubahan dalam diri GMKI diantaranya perubahan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga GMKI yang mengatur tentang perubahan tata organisasi GMKI dari yang desentralisasi menjadi sentralisasi.

(c). Masa Pengutusan

Setelah Soeharto menggantikan Soekarno dengan pemerintahan Orde barunya, maka saat itu bulan madu antara militer dan mahasiswa yang sebelumnya terjadi, berakhir. Hal ini tampak dengan pembubaran KAMI. Melihat hal tersebut, maka organisasi mahasiswa Ekstra kampus, yaitu HMI, GMKI, PMKRI, PMII, GMNI mengadakan pertemuan di Cipayung pada tanggal 22 Januari 1972 dan melakukan penandatanganan kesepakatan yang dikenal dengan nama Kesepakatan Cipayung dan kelak ke-lima organisasi ini disebut dengan Kelompok Cipayung dimana tema yang diambil pada pertemuan kelompok ini adalah “Indonesia yang dicita-citakan“. Kelompok Cipayung ini adalah kelompok yang sifatnya informal dan tidak mempunyai struktur dan tata organisasi lainnya.

Pada tanggal 23 Juli 1973 Kelompok Cipayung memprakarsai pembentukan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) yang merupakan organisasi gabungan kepemudaan yang mempunyai tujuan untuk melibatkan pemuda berperan serta dalam pembangunan nasional dan juga untuk menghindarkan pengkotak-kotakan semu antara pemuda. Akhir tahun 1970-an ketika Daeod Joesoef mengeluarkan NKK/BKK yang melarang organisasi ekstra untuk melakukan segala macam aktifitas didalam kampus dan juga pembubaran Dewan Mahasiswa, maka ini sangat mempengaruhi GMKI dalam melakukan pembinaan dan pengkonsolidasian kepada anggotanya, dimana sebelumnya pembinaan kepada anggota GMKI dilakukan langsung di dalam kampus. Sejak itu timbul ide dan Strategi yang dipakai GMKI dengan membentuk KMK Atau PMK yang diharapkan mampu menjadi perpanjangan tangan GMKI dalam melakukan pembinaan anggota dalam kampus. Namun seiring waktu berlalu, strategi ini seolah-olah bukan lagi Strategi GMKI. Mungkin ini disebabkan oleh perbedaan pemahaman Theologia.

Disaat era 90-an kekritisan organisasi ekstra mulai dipertanyakan secara lembaga, mungkin ini disebabkan oleh suatu sistem organisasi yang mapan atau birokarasi Organisasi yang sangat panjang dalam mengambil sikap. Kader-kader GMKI dan organisasi lainnya berfungsi langsung sebagai kontrol sosial dan kekuasaan. Sampai saat jatuhnya Soeharto peran organisasi ekstra, khususnya GMKI tidak nyata secara lembaga tetapi banyak kader-kader GMKI yang cukup aktif sebagai penggerak dalam pergerakan mahasiswa saat itu.
Memasuki era pemerintahan Habibie, Abdurahman Wahid dan Megawati yang kita sebut sebagai era reformasi, GMKI mencoba untuk eksis menjadi organisasi kader dan organisasi mahasiwa sebagai kontrol pemerintah dan kontrol sosial walaupun dalam aksinya kita analisa kembali sejauh mana peran dan kekritisan yang diambil oleh GMKI dalam melakukan perannya terasebut.


B.4. Perkembangan GMKI

Saat ini, GMKI memiliki 65 cabang yang tersebar di kota-kota perguruan tinggi di berbagai provinsi di Indonesia. GMKI merupakan tempat persiapan kader dengan kompetensi dalam iman, ilmu, kepemimpinan dan kepekaan sosial yang dapat diaplikasikan dalam tiga medan pelayanannya yakni, gereja, perguruan tinggi dan masyarakat.
Dalam melakukan Pelayanannya, GMKI membangun kerjasama dengan beberapa institusi seperti Gereja, Universitas, LSM, MEDIA, aktif dalam Kelompok Cipayung (GMKI, GMNI, PMKRI, HMI, PMII) dan FKPI (Forum Kebangsaan Pemuda Indonesia) dengan berbagai program kerjasama. GMKI juga berafiliasi dengan Federasi Mahasiswa Kristen se-Dunia (WSCF) dan saat ini membangun jaringan dengan Perkumpulan Organisasi Kristen dalam bidang Sosial se-Asia (ACISCA).

Read more...

Anggaran Dasar (AD)

Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia


PEMBUKAAN

Sesungguhnya Yesus Kristus, Anak Allah dan Juruselamat, ialah Tuhan manusia dan alam semesta. Kehadiran-Nya dalam sejarah ialah perbuatan Allah untuk menebus dan menyelamatkan manusia melalui kematian dan kebangkitan-Nya yang menjadikan semuanya baru dan sempurna.
Anugerah-Nya yang dinyatakan dalam karya-Nya memanggil manusia untuk percaya dan mengucap syukur dalam penatalayanan alam semesta, mewujudkan iman, pengharapan dan cinta kasih dalam kehidupan sehari-hari.
Roh Kudus menghidupkan persekutuan orang beriman selaku Gereja yang esa, am dan rasuli, yang diutus untuk menyampaikan kabar keselamatan dan pembebasan bagi pembaruan manusia dan alam semesta.
Maka menjadi panggilan dan pengutusan setiap warga gereja yang ditempatkan Tuhan di dalam perjalanan sejarah bangsa dan negara Indonesia, untuk menyatakan kehadiran-Nya dalam pemberitaan-Nya dan kehidupan yang bertanggungjawab bersumber pada Alkitab yang menyaksikan Yesus Kristus ialah Tuhan dan Juruselamat di dalam keesaan Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus yang mengerjakan keselamatan manusia untuk mewujudkan kesejahteraan, perdamaian, keadilan dan kebenaran di tengah-tengah Masyarakat, Bangsa dan Negara.
Untuk mewujudkan panggilan dan pengutusan dalam kehidupan dan perkembangan perguruan tinggi dan mahasiswa, maka pada tanggal 9 Februari 1950 Mahasiswa Kristen Indonesia yang melanjutkan usaha Christelijke Studenteen Vereeniging op Java, yang berdiri pada tanggal 28 Desember 1932 di Kaliurang untuk mengikutsertakan Gereja dalam pergerakan oikumene dan perjuangan Bangsa yang dalam revolusi kemerdekaan Indonesia menjelma menjadi Perhimpunan Mahasiswa Kristen Indonesia bersama-sama dengan Christelijke Studenteen Vereeniging pada waktu itu timbul sebagai persekutuan yang baru bersama-sama berjuang menegakkan dan mempertahankan Republik Indonesia, Negara Proklamasi 17 Agustus 1945, kemudian meleburkan diri dan berhimpun dalam satu bentuk persekutuan dengan nama Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia yang bergabung dalam World Student Christian Federation.

Pasal 1
NAMA, TEMPAT DAN WAKTU

1. Organisasi ini bernama Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia, disingkat GMKI.
2. Organisasi ini berkedudukan di tempat Pengurus Pusat.
3. Organisasi ini berdiri untuk waktu yang tidak ditentukan.


Pasal 2
A S A S

“Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, organisasi ini berasaskan Pancasila sebagai satu-satunya ASAS”


Pasal 3
VISI DAN MISI

1. Visi Organisasi ini adalah terwujudnya kedamaian, kesejahteraan, keadilan, kebenaran, keutuhan ciptaan dan demokrasi di Indonesia berdasarkan kasih.
2. Misi organisasi ini adalah:
a. Mengajak mahasiswa dan warga perguruan tinggi lainnya kepada pengenalan akan Yesus Kristus selaku Tuhan dan Penebus dan memperdalam iman dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari.
b. Membina kesadaran selaku warga gereja yang esa di tengah-tengah mahasiswa dan perguruan tinggi dalam kesaksian memperbaharui masyarakat, manusia dan gereja.
c. Mempersiapkan pemimpin dan penggerak yang ahli dan bertanggung jawab dengan menjalankan panggilan di tengah-tengah masyarakat, negara, gereja, perguruan tinggi dan mahasiswa, dan menjadi sarana bagi terwujudnya kesejahteraan, perdamaian, keadilan, kebenaran dan cinta kasih di tengah-tengah manusia dan alam semesta.


Pasal 4
USAHA

Organisasi ini berusaha mencapai visi dan misinya sejalan dengan asas organisasi


Pasal 5
STATUS DAN BENTUK ORGANISASI

1. Status : Organisasi ini adalah organisasi yang bersifat gerejawi dan tidak merupakan bagian dari organisasi politik.
2. Bentuk : Organisasi ini berbentuk kesatuan yang mempunyai cabang-cabang di kota-kota perguruan tinggi di Indonesia


Pasal 6
KEANGGOTAAN

1. Yang diterima menjadi anggota ialah mereka yang menerima visi dan misi serta bersedia menjalankan usaha organisasi
2. Anggota terdiri dari :
a. Anggota biasa
b. Anggota luar biasa
c. Anggota kehormatan
d. Anggota penyokong
3. Hak Anggota :
a. Anggota biasa mempunyai hak suara, hak memilih dan hak dipilih.
b. Anggota luar biasa mempunyai hak dipilih dan hak usul.
c. Anggota kehormatan dan anggota penyokong mempunyai hak usul.
4. Kewajiban Anggota :
a. Bertanggung jawab mewujudkan visi, misi dan usaha berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi.
b. Bertanggung jawab mewujudkan dan membina persekutuan dalam kehidupan organisasi.


Pasal 7
ALAT PERLENGKAPAN ORGANISASI

1. Organisasi ini mempunyai alat perlengkapan yang terdiri :
a. Kongres.
b. Pengurus Pusat
c. Konferensi Cabang
d. Badan Pengurus Cabang
2. Kongres :
a. Kongres adalah badan tertinggi dalam organisasi.
b. Kongres berlangsung sekurang-kurangnya satu kali dalam dua tahun.
3. Pengurus Pusat (PP) :
a. Organisasi ini dipimpin oleh Pengurus Pusat.
b. Pengurus Pusat dipilih oleh Kongres untuk masa kerja dua tahun
4. Konferensi Cabang (Konfercab) :
a. Konferensi Cabang adalah badan yang tertinggi dalam cabang.
b. Konferensi Cabang berlangsung sekurang-kurangnya satu kali dalam dua tahun.
c. Konferensi Cabang berlangsung atas panggilan Badan Pengurus Cabang atau atas permintaan sekurang-kurangnya dua per tiga jumlah anggota biasa.
5. Badan Pengurus Cabang (BPC) :
a. Cabang dipimpin oleh Badan Pengurus Cabang
b. Badan Pengurus Cabang dipilih oleh Konferensi Cabang untuk masa kerja satu atau dua tahun.


Pasal 8
KEPUTUSAN PERSIDANGAN

a. Keputusan persidangan organisasi ini diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat dengan hikmah kebijaksanaan, dan jika diperlukan diambil berdasarkan pemungutan suara terbanyak.
b. Pemungutan suara terbanyak dalam Kongres dilakukan dengan satu cabang satu suara.


Pasal 9
PERBENDAHARAAN

Perbendaharaan organisasi ini diperoleh dari iuran anggota, sumbangan dan pendapatan lain yang sesuai dengan asas, visi dan misi organisasi.


Pasal 10
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR

1. Perubahan Anggaran Dasar organisasi ini berlaku berdasarkan keputusan Kongres dengan persetujuan sekurang-kurangnya tiga per empat jumlah suara utusan yang hadir.
2. a. Usul Perubahan Anggaran Dasar dari Cabang sudah disampaikan kepada Pengurus Pusat selambat-lambatnya empat bulan sebelum Kongres.
b. Selanjutnya Pengurus Pusat sudah menyampaikan kepada cabang-cabang selambat-lambatnya dua bulan sebelum Kongres.


Pasal 11
PEMBUBARAN

1. Organisasi ini dibubarkan berdasarkan keputusan Kongres yang khusus berlangsung untuk maksud tersebut yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya tiga per empat jumlah cabang, serta memperoleh persetujuan sekurang-kurangnya tiga per empat dari jumlah utusan yang hadir.
2. a. Pengurus Pusat memberitahukan kepada cabang-cabang selambat- lambatnya dua bulan sebelum Kongres Khusus tersebut.
b. Kongres Khusus memutuskan mengenai hak milik organisasi.


Pasal 12
ATURAN TAMBAHAN

Hal-hal yang belum tercakup dalam Anggaran Dasar ini diatur dalam Anggaran Rumah Tangga dan tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar.

Read more...

Anggaran Rumah Tangga (ART)

Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia

Pasal 1
U S A H A

1. Mempertumbuhkan dan memperdalam kehidupan beriman dengan doa, penelaahan Alkitab, Ibadah, pembinaan persekutuan dan tanggung jawab bagi perkembangan, pembaharuan bagi keesaan gereja yang am.
2. Membina kemajuan studi dan riset untuk mengikuti dan menguasai ilmu pengetahuan, mewujudkan panggilan perguruan tinggi mahasiswa dalam mempersiapkan sarjana dan pemimpin yang ahli dan bertanggungjawab bagi pembangunan dan pembaruan untuk mencapai kesejahteraan materil dan spiritual
3. Membina pemimpin dan penggerak yang bekerja secara bertanggung jawab terhadap Allah dan manusia di dalam masyarakat, negara, gereja, perguruan tinggi dan mahasiswa bagi terwujudnya perdamaian, keadilan, kesejahteraan, kebenaran dan cinta kasih di tengah-tengah manusia dan alam semesta.


Pasal 2
KEANGGOTAAN

1. Anggota terdiri dari :
a. Anggota biasa, yaitu mahasiswa, warga negara Indonesia, yang sedang mengikuti kuliah pada perguruan tinggi di Indonesia sampai dua tahun sesudah tidak menjadi mahasiswa lagi.
b. Anggota luar biasa, yaitu :
(1) Bekas anggota biasa
(2) Bekas mahasiswa dan mahasiswa yang tidak termasuk dalam titik a.
c. Anggota kehormatan, yaitu mereka yang berjasa kepada organisasi.
d. Anggota penyokong, yaitu mereka yang bersedia membantu organisasi secara berkala dengan jumlah yang ditentukan oleh Badan Pengurus Cabang.
2. Penerimaan anggota :
a. Anggota biasa diterima oleh Badan Pengurus Cabang setelah memenuhi syarat penerimaan anggota.
b. Anggota luar biasa diterima oleh Badan Pengurus Cabang setelah memenuhi syarat penerimaan anggota.
c. Anggota kehormatan diangkat oleh Pengurus Pusat atas usul Badan Pengurus Cabang.
d. Anggota penyokong diangkat oleh Badan Pengurus Cabang.
3. Pembebasan keanggotaan berlaku karena :
a. Meninggal dunia.
b. Atas permintaannya sendiri secara tertulis kepada Badan Pengurus Cabang.
c. Dibebaskan sementara oleh Badan Pengurus Cabang, dan yang bersangkutan berhak membela diri dalam Konperensi Cabang.
d. Dipecat dengan Keputusan Konferensi Cabang, dan yang bersangkutan berhak membela diri dalam Kongres.
4. Daftar anggota :
Badan Pengurus Cabang sudah menyerahkan daftar anggota kepada Pengurus Pusat sekurang-kurangnya satu kali dalam dua tahun, yang diserahkan selambat-lambatnya tiga bulan sebelum Kongres.


Pasal 3
K O N G R E S

1. Kongres berlangsung dengan sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya setengah ditambah satu jumlah Cabang dan sekurang-kurangnya setengah ditambah satu dari jumlah seluruh utusan yang ditentukan.
2. Utusan-utusan yang menghadiri Kongres mewakli Cabangnya sudah dilantik dan disahkan oleh Pengurus Pusat.
3. Jumlah utusan Cabang yang menghadiri Kongres diutus sebagai berikut :
25 — 100 orang anggota diwakili oleh 2 orang utusan
101 — 200 orang anggota diwakili oleh 3 orang utusan
201 — 300 orang anggota diwakili oleh 4 orang utusan
301 — 500 orang anggota diwakili oleh 5 orang utusan
501 — 700 orang anggota diwakili oleh 6 orang utusan
701 — 950 orang anggota diwakili oleh 7 orang utusan
951 — 1.250 orang anggota diwakili oleh 8 orang utusan
1.251 — 1.750 orang anggota diwakili oleh 9 orang utusan
1.751 — dst orang anggota diwakili oleh 10 orang utusan
4. Kongres dipimpin oleh Majelis Ketua yang terdiri dari utusan-utusan dan unsur Pengurus Pusat yang dipilih oleh Kongres.
5. Kongres bertugas :
a. Menetapkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi.
b. Menilai laporan umum Pengurus Pusat.
c. Menetapkan garis besar program dan garis besar organisasi, kebijaksanaan umum dan anggaran pendapatan dan belanja organisasi.
d. Memilih Pengurus Pusat.
Pasal 4
PENGURUS PUSAT

1. Pengurus Pusat sekurang-kurangnya terdiri dari lima orang, yaitu Ketua Umum, Sekretaris Umum dan Bendahara Umum, dan dua orang anggota.
2. Anggota Pengurus Pusat adalah warganegara Indonesia dan beragama Kristen.
3. a. Pengurus Pusat dipilih oleh Kongres dengan sistem pemilihan langsung dan/atau pemilihan formatur.
b. Susunan Pengurus Pusat yang dibentuk oleh formatur harus sudah dikirimkan kepada Cabang-cabang selambat-lambatnya dua bulan sesudah Kongres.
c. Selama Pengurus Pusat yang baru belum terbentuk, maka Pengurus Pusat yang lama tetap bertanggung jawab.
4. a. Pengurus Pusat bertanggung jawab kepada Kongres.
b. Pengurus Pusat mempersiapkan Kongres.
5. Ketua Umum dan Sekretaris Umum Pengurus Pusat mewakili organisasi ke dalam dan ke luar.
6. a. Pengurus Pusat dapat membentuk dan membubarkan badan pembantu yang berupa komisi, panitia khusus bagi kelancaran pekerjaannya
b. Pengurus Pusat dapat mengangkat dan membebaskan anggota dan staf yang ditempatkan dalam badan pembantu tersebut.
7. Pengurus Pusat bersidang sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun.
8. Pergantian Pengurus Pusat harus disertai dengan serah-terima yang selengkap-lengkapnya.


Pasal 5
KONFERENSI CABANG

1. Konferensi Cabang dipimpin oleh Majelis Ketua yang terdiri dari anggota-anggota yang dipilih oleh Konferensi Cabang.
2. Konferensi Cabang bertugas ;
a. Menilai laporan Badan Pengurus Cabang dalam melaksanakan Keputusan Kongres, Keputusan Pengurus Pusat dan Keputusan Konferensi Cabang.
b. Menyusun Program Kerja. Menetapkan struktur, kebijaksanaan dan anggaran pendapatan dan belanja cabang.
c. Menetapkan masa kerja kepengurusan dan memilih Badan Pengurus Cabang.
3. Konferensi Cabang bertanggungjawab kepada Pengurus Pusat, melalui Badan Pengurus Cabang.


Pasal 6
BADAN PENGURUS CABANG

1. Badan Pengurus Cabang sekurang-kurangnya terdiri dari tiga orang yaitu Ketua, Sekretaris dan Bendahara.
2. Anggota Badan Pengurus Cabang adalah warga negara Indonesia dan beragama Kristen.
3 a. Badan Pengurus Cabang dipilih oleh Konferensi Cabang dengan sistem Pemilihan langsung dan /atau formatur.
b. Susunan Badan Pengurus Cabang yang telah terbentuk dilantik dan disahkan oleh Pengurus Pusat dan harus dikirimkan kepada anggota-anggota selambat-selambatnya dua bulan setelah pemilihan berlangsung.
4. a. Badan Pengurus Cabang bertanggung jawab kepada Konferensi Cabang dan Pengurus Pusat
b. Badan Pengurus Cabang mempersiapkan Konferensi Cabang.
5. Badan Pengurus Cabang bersidang sekurang-kurangnya satu kali dalam dua bulan
6. Penggantian Badan Pengurus Cabang harus disertai dengan serah terima yang selengkap-lengkapnya.


Pasal 7
SAHNYA PERSIDANGAN

Persidangan sah untuk mengambil keputusan apabila jumlah yang hadir sekurang-kurangnya setengah ditambah satu orang dari seluruh anggota persidangan.


Pasal 8
PEMBENTUKAN DAN PEMBUBARAN CABANG

1. Pembentukan dan pembubaran Cabang dilakukan oleh Pengurus pusat, diberitahukan kepada cabang-cabang dan dilaporkan kepada Kongres.
2. Pembentukan cabang dilakukan melalui persyaratan :
a. Di kota yang terdapat perguruan tinggi.
b. Sekurang-kurangnya terdapat kesediaan dua puluh lima orang mahasiswa untuk menjadi anggota dan masing-masing mengajukan permohonan kepada Pengurus Pusat.
c. Sudah mendapat bimbingan sekurang-kurangnya enam bulan dari cabang yang berdekatan.
3. Pembubaran cabang dilakukan melalui persyaratan :
a. Apabila di kota tersebut tidak terdapat lagi perguruan tinggi.
b. Apabila jumlah anggota kurang dari 25 orang.
c. Titik a dan b yang termaktub di atas adalah atas sepengetahuan dua cabang yang berdekatan.
4. Semua akibat pembubaran cabang menjadi tanggung jawab Pengurus Pusat bersama-sama dengan dua cabang yang berdekatan.


Pasal 9
PERBENDAHARAAN

1. Anggota diwajibkan membayar iuran atau donasi menurut jumlah yang ditetapkan oleh Kongres.
2. Cabang diwajibkan sekurang-kurangnya satu kali dalam empat bulan menyerahkan sebagian dari iuran atau donasi dan pendapatan lainnya kepada Pengurus Pusat menurut jumlah yang ditetapkan oleh Kongres.
3. a. Kongres membentuk Badan Pemeriksa Keuangan yang anggotanya terdiri dari wakil cabang-cabang untuk memeriksa keuangan Pengurus Pusat dan hasil pemeriksaan tersebut dilaporkan kepada Kongres.
b. Badan Pemeriksa Keuangan bekerja secara berkala selama masa kerja Pengurus Pusat di antar dua kongres.
c. Kongres menetapkan pedoman kerja Badan Pemeriksa Keuangan.


Pasal 10
LAMBANG DAN MARS

1. Organisasi ini mempunyai lambang dan mars.
2. Lambang organisasi terdiri dari :
a. Bendera
b. Panji
c. Topi
d. Lencana
e. Pita kepengurusan.
3. Bendera Organisasi.
a. Dibuat dari kain berwarna biru laut.
b. (1) Berbentuk empat persewgi panjang dengan perbandingan tiga berbanding dua.
(2) Ditengah-tengah terdapat gambar GMKI berwarna putih yang terlihat jelas pada kedua sisinya (dengan tulisan terbalik pada salah satu sisi).
(3) Perbandingan tinggi lambang dan lebar bendera adalah satu banding dua
c. Dipergunakan dalam upacara resmi baik yang bersifat umum, maupun yang bersifat khusus organisasi bersama-sama dengan bendera Merah Putih.
(1) Dalam upacara tingkat nasional atau daerah (regional) dipergunakan bendera umum organisasi (bendera GMKI) yang berukuran 270 x 180 cm.
(2) Dalam upacara tingkat lokal (cabang) dipergunakan bendera cabang yang berukuran 135 x 90 cm.
(3) Bendera Merah Putih yang dipergunakan bersama-sama dengan bendera organisasi harus mempunyai ukuran yang sama.
4. Panji Organisasi.
a. Dibuat dari kain dengan warna dasar abu-abu dan biru tua kehitam-hitaman.
b. Tali pinggir (tepi) panji dibuat dari kain berwarna putih.
c. Rumbai-rumbai bawah berwarna putih.
d. Lebar panji 50 cm dengan perincian 15 cm abu-abu, 20 cm biru tua dan 15 cm abu-abu.
e. Tinggi panji dari puncak sampai keujung sudut di tengah 80 cm, tinggi kedua sisi (tepi) 60 cm.
f. Tanda salib dan tulisan dibuat dengan warna putih.
g. (1) Panji umum bertuliskan huruf GMKI berwarna putih di bawah tanda salib.
(2) Panji cabang bertuliskan huruf GMKI di atas salib dan nama cabang di bawah tanda salib.
5. Topi organisasi.
a. Berbentuk bundar (baret) dengan warna dasar biru tua kehitam-hitaman.
b. Memanjang dari muka ke belakang, ditengah-tengah topi diletakkan kain warna abu-abu dengan lebar bagian muka 8 cm dan lebar bagian belakang 6 cm.
c. Pada topi organisasi hanya dapat dikenakan lencana organisasi yang berbentuk lambang GMKI yang berwarna putih logam, biru tua dan abu-abu, berukuran (tinggi) 4 cm, pada bagian muka yang berwarna abu-abu.
d. Dipergunakan dalam setiap kegiatan organisasi baik yang bersifat umum, maupun yang bersifat khusus organisasi.
6. Lencana Organisasi
a. Berbentuk perisai (segi lima) dan dibuat dari logam
b. Ditengah-tengah terletak tanda salib berwarna putih logam diatas dasar cat biru tua.
c. Tepinya berwarna abu-abu dengan :
(1) Tulisan GMKI pada bagian atasnya ;
(2) Tiga buah garis-garis vertikal pada setiap sayap, dikanan dan kiri, dan garis yang terletak ditengah adalah yang terpanjang ;
(3) Tulisan “ Ut Omnes Unum Sint” melingkar dari kiri ke kanan, yang masing-masing berwarna putih logam.
d. Terdiri dari tiga jenis, yaitu :
(1) Lencana dada, dengan tinggi 2,5 cm
(2) Lencana topi, dengan tinggi 4 cm
(3) Lencana pita kepengurusan (Kordon) dengan tinggi 8 cm.
e. Dipergunakan dengan ketentuan sebagai berikut ;
(1) Lencana dada dikenakan pada dada sebelah kiri.
(2) Lencana Topi dikenakan pada baret (topi).
(3) Lencana pita kepengurusan (Kordon) dikenakan pada pita kepengurusan.
(4) Penggunaan diluar ketentuan ini tidak diperkenankan.
7. Pita kepengurusan (Kordon) organisasi.
a. Dibuat dari kain berwarna biru tua dan abu-abu.
b. Lebar pita (kordon) untuk Pengurus Pusat 7 cm, dengan perincian; 3,5 cm biru tua dan 3,5 cm abu-abu.
c. Lebar pita kepengurusan (kordon) untuk Badan Pengurus Cabang: 4,5 cm dengan perincian 1,5 cm abu-abu, 1,5 cm biru tua, dan 1,5 cm abu-abu.
(1) Dipergunakan melingkari leher dan pada kedua ujungnya diletakkan lencana pita kepengurusan (Kordon), berukuran 8 cm pada bagian muka.
(2) Bagi Pegurus Pusat warna biru tua terletak disebelah dalam.
e. Panjang Pita (Kordon) 120 cm
f. Dipergunakan Pengurus Pusat dan Badan Pengurus Cabang dalam :
(1) Upacara resmi organisasi atau lembaga lain selaku wakil organisasi
(2) Upacara resmi organisasi tingkat lokal ( cabang), daerah (regional) maupun nasional.
8. Mars GMKI adalah lagu “MARS GMKI” yang disahkan dalam Kongres X GMKI tahun 1965 di Manado.


Pasal 11
TINGKAT KEPUTUSAN ORGANISASI

1. Organisasi ini mempunyai tingkat keputusan dengan urut-urutan dari yang tertinggi samapi terendah sebagai berikut :
a. Anggaran Dasar.
b. Anggaran Rumah Tangga.
c. Keputusan Kongres
d. Keputusan Pengurus Pusat
e. Keputusan Konferensi cabang
f. Keputusan Badan Pengurus Cabang
2. Keputusan yang lebih rendah tunduk kepada keputusan yang lebih tinggi sesuai dengan tingkatan keputusan organisasi.


Pasal 12
P E N U T U P

Hal-hal yang belum tercantum dalam Anggaran Rumah Tangga ini diatur oleh Keputusan Kongres, Keputusan Pengurus Pusat, Keputusan Konperensi Cabang, Keputusan Badan Pengurus Cabang. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga GMKI ini tetapkan oleh Kongres nasional XXIX GMKI pada tanggal 14 Desember 2004 di Pematang Siantar, Sumatera Utara.

Read more...

Peraturan Organisasi (PO)

>> Kamis, April 16, 2009

GERAKAN MAHASISWA KRISTEN INDONESIA


Pasal 1
KETENTUAN UMUM

1. Pengertian tentang Peraturan Organisasi GMKI adalah suatu peraturan yang mengatur serta mengikat semua anggota dan alat perlengkapan oraganisasi termasuk mekanisme kerjanya yang belum diatur dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga GMKI dan Keputusan Kongres.
2. Fungsi Peraturan Organisasi GMKI adalah untuk memberikan keseragaman interpretasi terhadap konstitusi organisasi. Sehingga terwujud pemerataan tindak kerja seluruh aparat organisasi. Sesuai dengan aturan-aturan dalam konstitusi organisasi.


Pasal 2
KEANGGOTAAN

1. Anggota Biasa :
a. Anggota Biasa diterima oleh Badan Pengurus Cabang melalui Masa Perkenalan.
b. Anggota Biasa yang diterima ialah mereka yang mengikuti acara Masa perkenalan yang kriterianya diatur oleh Badan Pengurus Cabang.
c. Anggota Biasa yang diterima diwajibkan untuk menandatangani formulir kesediaan menjadi anggota GMKI dengan menerima Visi dan Misi serta bersedia menjalankan Usaha Organisasi.
d. Pada Kondisi Cabang yang tidak memungkinkan melaksanakan Masa Perkenalan Pengurus Pusat dapat mengambil peran dalam proses penerimaan anggota biasa.
e. Anggota Biasa dapat pindah dan diterima di Cabang GMKI lain dengan menunjukkan surat keterangan pindah dari Cabang asal.
2. Anggota Luar Biasa :
a. Bekas Anggota Biasa otomatis menjadi Anggota Luar Biasa.
b. Bekas Mahasiswa dan mahasiswa yang tidak memenuhi syarat anggota Biasa dapat mengajukan permohonan tertulis untuk menjadi anggota Luar Biasa GMKI kepada Badang Pengurus Cabang, dan penerimaannya diputuskan oleh Badan Pengurus Cabang.
c. Anggota Luar Biasa yang pindah dapat dihubungi atau memberitahukan kepada Badan Pengurus Cabang terdekat.
3. Anggota Kehormatan :
a. Ketentuan untuk menjadi Anggota Kehormatan GMKI adalah Warga Negara Indonesia. Tokoh Nasional dan/atau tokoh Gerejawi serta mempunyai andil yang besar dalam perjuangan untuk menegakkan Visi, Misi dan Eksistensi GMKI.
b. Pengusulan Anggota Kehormatan diusulkan oleh Badan Pengurus Cabang secara tertulis kepada Pengurus Pusat untuk dipelajari dan dibahas dalam persidangan Pengurus Pusat dan kemudian dilaporkan kepada Kongres.
4. Anggota Penyokong :
a. Anggota Penyokong GMKI tidak pernah menjadi anggota biasa GMKI.
b. Anggota Penyokong dalam memberikan bantuan sifatnya tidak mengikat organisasi.
c. Apabila dalam tiga kali jadwal yang sudah ditentukan. Anggota Penyokong tidak memberikan bantuannya kepada organisasi tanpa alasan yang jelas maka Badan Pengurus Cabang dapat membebaskan status keanggotaannya.

5. Daftar Anggota :
a. Daftar Anggota yang wajib diserahkan Badan Pengurus Cabang kepada Pengurus Pusat adalah Daftar Anggota, yang sekurang-kurangnya menjelaskan tentang nama anggota, status kemahasiswaan (asal perguruan tinggi, jurusan/departemen dan fakultas) dan tahun penerimaannya sebagai anggota GMKI.
b. Apabila dalam waktu tiga bulan sebelum Kongres, Badan Pengurus Cabang tidak menyerahkan daftar anggotanya, maka Pengurus Pusat dapat memutuskan jumlah utusan Cabang untuk menghadiri Kongres.


Pasal 3
PENGURUS PUSAT

1. Pengurus Pusat Bertugas mempersiapkan Kongres dengan tahapan sebagai berikut :
a. Membentuk dan Melantik Panitia Nasional Kongres GMKI.
b. Menyampaikan waktu pelaksanaan Kongres dan batas waktu penyampaian daftar anggota kepada Cabang – Cabang selambat-lambatnya empat bulan sebelum Kongres.
c. Menetapkan jumlah utusan Cabang yang akan menghadiri Kongres.
d. Memanggil Cabang untuk menghadiri Kongres. Selambat-lambatnya dua bulan sebelum Kongres.
e. Mempersiapkan rancangan-rancangan yang diperlukan untuk pelaksanaan Kongres.
f. Mempersiapkan Laporan Umum Pengurus Pusat.
g. Membuka Persidangan Kongres.
h. Memimpin Pemilihan Majelis Ketua berdasarkan Tata Cara Pemilihan Majelis Ketua yang ditetapkan Kongres sebelumnya.
2. Anggota GMKI yang menghadiri Kongres tapi bukan utusan Cabang dapat ditetapkan oleh Pengurus Pusat sebagai undangan dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Pengurus Pusat.
3. Serah Terima Pengurus Pusat dilaksanakan selengkap-lengkapnya termasuk inventarisasi kekayaan organisasi.


Pasal 4
KONFERENSI CABANG

1. Konferensi Cabang berlangsung sekurang-kurangnya satu kali dalam dua tahun.
2. Pelaksanaan Konperensi Cabang :
a. Badan Pengurus Cabang mengundang anggota untuk mendaftarkan diri sebagai peserta Konferensi Cabang selambat-lambatnya satu bulan sebelum Konferensi Cabang.
b. Jumlah peserta sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah peserta yang mendaftarkan diri. Dan jumlah peserta yang hadir sekurang-kurangnya dua puluh lima orang.
c. Pendaftaran ditutup selambat-lambatnya sebelum pengesahan Konferensi Cabang.
3. Pelaksanakaan Konferensi Cabang yang memiliki Komisariat adalah sebagai berikut :
a. Konferensi Cabang berlangsung atas panggilan Badan Pengurus Cabang atau atas permintaan sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota biasa yang disalurkan dan disetujui Pengurus Komisariat.
b. Badan Pengurus Cabang mengundang Komisariat untuk mendaftarkan diri sebagai peserta Konferensi Cabang.
c. Konferensi Cabang berlangsung Sah apabila dihadiri sekurang-kurangnya setengah ditambah satu jumlah komisariat. Dan sekurang-kurangnya setengah ditambah satu jumlah utusan komisariat.
d. Ketentuan tentang kehadiran anggota sebagai perwakilan tiap komisariat atau utusan komisariat dalam Konferensi Cabang diatur oleh Cabang yang bersangkutan.
e. Pendaftaran bagi komisariat ditutup selambat-lambatnya sebelum pengesahan Konferensi Cabang.
4. Perubahan masa kerja kepengurusan:
a. Perubahan masa kerja kepengurusan harus melalui proses pengkajian yang mendalam terhadap kondisi obyektif cabang oleh Badan Pengurus Cabang dan disampaikan kepada anggota atau komisariat selambat-lambatnya satu bulan sebelum konperensi cabang.
b. Keputusan pengesahan perubahan masa kerja kepengurusan harus disepakati 2/3 jumlah peserta konferensi cabang.
5. Persidangan Konferensi Cabang :
a. Badan Pengurus Cabang membuka Persidangan Konperensi Cabang dan memimpin pemilihan Majelis Ketua.
b. Konferensi Cabang dipimpin oleh Majelis Ketua yang terdiri dari unsur Badan Pengurus Cabang dan peserta yang dipilih oleh Konferensi Cabang.
c. Unsur Badan Pengurus Cabang ditunjuk oleh Badan Pengurus Cabang dan ditetapkan oleh Konferensi Cabang.
6. Konferensi Cabang berlangsung atas permintaan anggota/komisariat apabila :
a. Badan Pengurus Cabang dalam menjalankan usaha-usaha organisasi telah menyimpang dari asas, visi dan misi organisasi.
b. Badan Pengurus Cabang telah menimpang dari keputusan Kongres, Keputusan Pengurus Pusat dan Keputusan Konferensi Cabang.
7. Konferensi Cabang atas permintaan anggota/komisariat ditentukan oleh Pengurus Pusat


Pasal 5
BADAN PENGURUS CABANG

1. Badan Pengurus Cabang mempersiapkan tugas-tugas Konperensi Cabang dan menetapkan waktu pelaksanaan Konferensi Cabang.
2. Pelantikan dan serah terima Badan Pengurus Cabang :
a. Badan Pengurus Cabang dilantik oleh Pengurus Pusat, atau mandataris yang ditunjuk oleh Pengurus Pusat.
b. Naskah serah terima ditulis diatas kertas bermeterai dan ditandatangani oleh Badan Pengurus Cabang Demisioner. Badan Pengurus Cabang terpilih,dan Pengurus Pusat sebagai saksi
c. Badan Pengurus Demisioner tetap bertanggung jawab sampai dilakukan serah terima.
3. Pergantian antar waktu Fungsionaris Badang Pengurus Cabang :
a. Pergantian antar waktu fungsionaris Badan Pengurus Cabang termasuk penanggung jawab Badan Pengurus Cabang dapat dilakukan apabila yang bersangkutan meninggal dunia atau berhalangan tetap, mengundurkan diri, kurang aktif atau melanggar aturan organisasi dan disampaikan kepada Pengurus Pusat.
b. Pergantian antar waktu Fungsionaris Badan Pengurus Cabang harus atas persetujuan Pengurus Pusat.
c. Calon pengganti fungsionaris Badan Pengurus Cabang diusulkan oleh Badan Pengurus Cabang kepada Pengurus Pusat untuk dipelajari, dipertimbangkan dan diputuskan.
d. Usulan pergantian antar waktu harus disertai dengan data-data/kronologis yang terjadi sehingga Badan Pengurus Cabang perlu untuk mengusulkan pergantian antar waktu.
e. Apabila Pengurus Pusat memutuskan untuk tidak menerima pergantian fungsionaris Badan Pengurus Cabang tersebut, maka fungsionaris tersebut masih sah sebagai Badan Pengurus Cabang.
4. Rangkap Jabatan :
a. Seluruh Fungsionaris Badan Pengurus Cabang tidak diperkenankan rangkap jabatan didalam organisasi.
b. Penanggung jawab Cabang tidak diperkenankan rangkap jabatan diluar organisasi.
5. Masa Kerja Badan Pengurus Cabang terhitung mulai tanggal berakhirnya pelaksanaan Konperensi Cabang.
6. Pengurus Pusat dapat menunjuk “CareTaker” Badan Pengurus Cabang apabila :
a. Kalender Konstitusi telah berakhir sedang Konferensi Cabang belum dilaksanakan.
b. Badan Pengurus Cabang menyimpang dari asas, visi dan misi organisasi, dari Keputusan Kongres, Keputusan Pengurus Pusat, dan Keputusan Konferensi Cabang.
7. Badan Pengurus Cabang hanya diperkenankan mengeluarkan sikap dan pernyataan keluar meliputi ruang lingkup lokal Medan Pelayanannya yang tidak bertentangan dengan kebijakan organisasi dan harus dilaporkan kepada Pengurus Pusat.


Pasal 6
PEMBENTUKAN DAN PEMBUBARAN CABANG

1. Pembentukan Cabang harus mempertimbangkan keberadaan Perguruan Tinggi dan kondisi masyarakat disekitarnya yang mendukung eksistensi Cabang.
2. Apabila ada kesediaan mahasiswa disuatu kota untuk menjadi anggota GMKI tetapi sulit didirikan Cabang GMKI, maka mahasiswa tersebut dapat diterima menjadi anggota GMKI dari Cabang terdekat dan menjadi bagian dari Cabang yang menerimanya.
3. Pembentukan dan pembubaran Cabang diberitahukan kepada pihak Gereja dan Pemerintah Daerah setempat.


Pasal 7
KOMISARIAT

1. Dalam rangka memudahkan koordinasi terhadap anggota Badan Pengurus Cabang dapat membentuk Komisariat sebagai alat pembinaan dan pelayanan yang membantu Badan Pengurus Cabang.
2. Pembentukan Komisariat dapat berdasarkan pengelompokan tempat kuliah dan / atau berdasarkan pengelompokan wilayah serta tempat tinggal.
3. Pemberian nama Komisariat ditentukan sendiri olah komisariat yang bersangkutan atau bersama-sama dengan Badan Pengurus Cabang.
4. Pengurus Komisariat dilantik dan disahkan oleh Badan Pengurus Cabang.
5. Pengurus Komisariat tidak dapat mewakili organisasi keluar.
6. Pengurus Komisariat tidak diperkenankan menerima anggota.
7. Persyaratan lain tentang pembentukan, pembubaran dan mekanisme kerja Pengurus Komisariat diatur oleh Cabang yang bersangkutan.


Pasal 8
LAMBANG DAN MARS

1. Lambang yang dapat digunakan sesuai dengan Anggaran Rumah Tangga GMKI Pasal 10 baik dalam jenis, bentuk, ukuran, gambar, bahan dan warna.
2. Lambang organisasi digunakan dalam upacara resmi yang bersifat umum, terdiri dari :
a. Upacara resmi bersifat umum intern organisasi, yaitu upacara peringatan hari Proklamasi dan hari-hari nasional lainnya.
b. Upacara resmi bersifat umum ekstern organisasi, yaitu upacara diluar organisasi yang dihadiri oleh GMKI
3. Lambang organisasi digunakan dalam upacara resmi yang bersifat khusus organisasi, yaitu :
a. Upacara Dies Natalis
b. Upacara Pembukaan dan/atau Penutupan Program GMKI.
c. Upacara Pelantikan atau Serah Terima.
4. Kedudukan lambang organisasi GMKI dalam upacara resmi bersifat umum ekstern organisasi harus setara dengan kedudukan lambang organisasi lain yang sederajat.
5. Bendera organisasi ditempatkan disebelah kiri bendera nasional.
6. Panji organisasi ditempatkan didepan mimbar diantara bendera GMKI dan bendera nasional.
7. Pada waktu menyanyikan Mars GMKI semua hadirin diwajibkan untuk berdiri dalam sikap sempurna.


Pasal 9
MEKANISME PROTOKOLER

1. Mekanisme Protokoler digunakan dalam upacara-upacara resmi.
2. Tata urutan upacara resmi yang bersifat umum intern organisasi adalah sebagai berikut :
a. Kebaktian
b. Upacara Nasional yang terdiri dari menyanyi lagu kebangsaan Indonesia Raya dan Mengheningkan Cipta (berdiri).
c. Upacara organisasi yang terdiri dari :
- Menyanyikan Lagu Mars GMKI (berdiri)
- Pembacaaan Pembukaan Anggaran Dasar GMKI (duduk)
d. Sambutan-sambutan
e. Penutup.
3. Tata urutan upaca resmi yang bersifat khusus organisasi adalah sebagai berikut :
a. Kebaktian
b. Upacara Nasional yang terdiri dari menyanyi lagu kebangsaan Indonesia Raya dan Mengheningkan Cipta (berdiri).
c. Upacra organisasi yang terdiri dari :
- Menyanyikan Lagu Mars GMKI (berdiri)
- Pembacaaan Pembukaan Anggaran Dasar GMKI (duduk)
d. Acara khusus Organisasi.
e. Pidato
f. Sambutan-sambutan
g. Penutup
4. Upacara resmi organisasi diawali dengan prosesi.


Pasal 10
HAL MEWAKILI ORGANISASI

1. Pengurus Pusat mewakili organissi dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi/ lembaga/ instansi lain ditingkat Nasional dan Internasional yang mengundang GMKI.
2. Mewakili organisasi dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi/ lembaga/ instansi lain setinggi-tingginya setaraf daerah propinsi yang mengundang GMKI, adalah Koordinator Wilayah dan atau Badan Pengurus Cabang dibawah koordinasi unsur Pengurus Pusat diwilayah.

3. Bila dalan suatu daerah propinsi atau daerah kabupaten/kotamadya terdapat lebih dari satu Cabang GMKI maka semua Cabang di Daerah tersebut mempunyai status dan hak yang sama untuk mewakili organisasi dibawah koordinasi unsur Pengurus Pusat di wilayah.


Pasal 11
P E N U T U P

Hal – Hal yang belum diatur dalam Peraturan Organisasi ini, akan diatur dalam keputusan-keputusan Pengurus Pusat yang lain, Keputusan Konperensi Cabang dan Keputusan Badan Pengurus Cabang.

Read more...

Data Anggota dan Senior GMKI Sumedang

>> Sabtu, Januari 17, 2009

Maaf untuk sementara halaman ini masih dalam proses

Read more...

Komentar Terbaru

Admin Status Online

Novriadi Sitompul Michael Silaban

Opini Tokoh

Peristiwa

Buku Tamu


ShoutMix chat widget

Member